Jumrah adalah tempat dalam lingkaran menyerupai sumur, atau separoh lingkaran yang terdapat bangunan tiang sebagai tanda, bukan tiang yang berdiri sebagaimana anggapan banyak orang. Oleh karenanya, yang wajib di lempar adalah lingkaran menyerupai sumur yang ditandai dengan berdirinya tiang, bukan tiang yang berdiri. Namun menurut imam Al-Romli, jika lemparannya mengenai tiang yang berdiri kemudian batunya jatuh dilingkaran yang menyerupai sumur, maka dianggap sudah mencukupi .
Jumrah ada tiga macam :
Jumrah Aqobah. Yakni melempar pada tempat yang bentuknya kira-kira separuh lingkaran. Dalam melemparnya lebih utama dari muka, namun boleh dari samping atau belakang asalkan batu lemparannya mengenai pada tempat yang semestinya, yaitu separo lingkaran yang menyerupai sumur .
Jumrah Wustho. Yakni melempar pada tempat yang bentuknya lingkaran menyerupai sumur dan ditandai dengan tiang yang berdiri.
Jumrah Shughro/Ula. Yakni melempar pada tempat yang bentuknya lingkaran menyerupai sumur dan ditandai dengan tiang yang berdiri.
Melempar jumrah adalah salah satu kewajiban haji, apabila tidak melaksanakannya, hukum hajinya tetap sah, namun wajib membayar denda (dam), yaitu menyembelih satu ekor kambing, sebagaimana dendanya haji tamattu'. Melempar jumrah ada dua macam :
Melempar satu jumrah Aqobah, pada hari Nahar. Yakni tanggal 10 Dzul Hijjah. Adapun waktunya, mulai lewat tengah malam Idul Adha setelah selesai dari mabit di Muzdalifah. Yang lebih utama dilaksanakan pagi hari saat matahari sudah tinggi. Dan berakhir sampai akhir hari Tasyriq.
Melempar jumrah Shughro/Ula, Wustho dan Aqobah, pada hari-hari Tasyriq tanggal 11, 12 atau sampai 13 Dzul Hijjah bagi yang memilih nafar tsani. Adapun waktunya, setelah tergelincirnya matahari (dhuhur), Namun menurut imam Al-Haromain dan imam Al-Rofi’i yang di ikuti oleh mam Al-Isnawi, boleh dilakukan mulai setelah terbit fajar (shubuh) . Dan berakhir sampai akhir hari Tasyriq.
Syarat-syarat melempar jumrah:
1. Menggunakan batu-batu kecil/kerikil.
2. Lemparan dilakukan tujuh kali dengan tujuh batu krikil. Apabila ragu-ragu dalam hitungan lemparan, maka harus mengambil yang diyakini, yaitu bilangan yang terkecil. Jika tujuh batu krikil dilemparkan satu kali secara bersamaan, maka terhitung satu lemparan.
3. Lemparan dilakukan dengan menggunakan tangan, bukan dengan kaki atau alat-alat pelontar, kecuali bagi yang tidak mampu melempar dengan tangan .
4. Lemparannya diyakini atau diduga kuat mengenai pada tempatnya . Jika ragu-ragu tentang sampainya batu lemparan, maka harus diulangi lagi .
5. Lemparan yang dilakukan, bertujuan untuk melempar sasaran jumrah, bukan yang lainnya.
6. Melempar jumrah dilakukan sendiri, tidak boleh diwakilkan, kecuali bagi yang udzur karena sakit, serta diduga tidak akan sembuh sampai habis waktunya.
7. Dilakukan pada waktunya.
8. Melempar jumrah pada hari-hari Tasyriq, dilakukan secara berurutan. Yakni dimulai dari jumrah Shughro/Ula, Wustho dan berakhir pada jumrah Aqobah .
Sunnah-sunnah melempar jumrah
1. Diantara yang disunnahkan dalam melempar jumrah adalah:
2. Lemparan dilakukan dengan tangan kanan.
3. Setiap melempar, membaca takbir .
4. Batu yang digunakan suci dari najis.
5. Husus bagi laki-laki, melempar dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi, sampai kelihatan ketiaknya.
6. Muwalah. Yakni satu lemparan dengan yang lain dilakukan secara langsung, tidak terpisah-pisah oleh waktu yang lama. Juga melempar jumrah Shughro/Ula, Wustho dan Aqobah dilakukan berurutan secara langsung, tidak terpisah oleh waktu yang lama.
7. Mandi terlebih dahulu setiap akan melempar jumrah pada hari-hari Tasyriq.
Yang dimakruhkan dalam melempar jumrah:
Diantara yang dimakruhkan dalam melempar jumrah adalah:
1. Menggunakan batu yang terkena najis.
2. Menggunakan batu yang sudah pernah digunakan untuk melempar jumrah.
3. Menggunakan batu besar.
MELONTAR JUMRAH
1. Mengambil kerikil di Muzdalifah atau dari tempat lain selain di jumrah (Sunah)
2. Melontar Jumrah Aqabah pada Hari Raya Kurban (Wajib)
3. Melontar tiga jumrah pada hari-hari tasyrik setelah matahari tergelincir (Wajib)
4. Melontar di antara waktu matahari terbit hingga tergelincir (Sunah)
5. Tidak menunda-nunda melontar sampai malam hari (Sunah)
6. Alat pelontar adalah batu (Syarat)
7. Mencuci batu kerikil bila kesuciannya dari najis diragukan (Sunah)
8. Menggunakan kerikil kecil, lebih kecil dari ujung jari (Sunah)
9. Melontar dengan kerikil baru (bukan bekas pakai yang terdapat di jumrah) (Sunah)
10. Melontar dengan tangan kanan (Sunah)
11. Melontar setiap jumrah dengan tujuh kerikil (Wajib)
12. Bertakbir pada setiap lontaran (Sunah)
13. Kerikil mengenai sasaran lontaran (Syarat)
14. Tidak berhenti setelah melontar Jumrah Aqabah (Sunah)
15. Imam berkhotbah pada hari Raya Kurban setelah melontar Jumrah Aqabah (Sunah)
16. Melontar Jumrah Aqabah, menyembelih dan mencukur dilakukan secara berurutan (Sunah)
17. Melontar dengan berurutan, mulai dari jumrah Shugra, Wustha dan Aqabah (Syarat)
18. Berhenti untuk berdoa dengan menghadap kiblat setelah melontar jumrah Shugra dan Wustha (Sunah)
19. Imam berkhotbah setelah Zuhur tanggal 11 Zulhijah (Tidak disunahkan)
20. Imam berkhotbah setelah Zuhur tanggal 12 Zulhijah (Sunah)
21. Pergi ke Mekah sebelum matahari terbenam tanggal 12 Zulhijah (Mubah)
T A D A R U K
Telah dijelaskan diatas, pada tanggal 10 Dzul Hijjah setelah mabit di Muzdalifah, diwajibkan melempar jumrah Aqobah, dan pada tanggal 11 dan 12 Dzul hijjah, setiap hari diwajibkan melempar tiga jumrah, Shughro/Ula, Wustho dan Aqobah, demikian juga pada tanggal 13 Dzul Hijjah bagi yang nafar tsani. Akan tetapi, pelaksanaan melempar jumrah sebagaimana diatas, dapat dilakukan dengan cara Tadaruk. Yang dimaksud dengan Tadaruk adalah: Melempar jumrah dilakukan bukan pada hari-hari yang semestinya, namun masih dalam hari-hari Tasyriq, seperti melempar jumrah yang semestinya dilakukan pada tannggal 11 Dzul Hijjah, dilaksanakan pada tanggal 12 Dzul Hijjah atau tanggal 13 Dzul Hijjah bagi yang nafar tsani, atau melempar jumrah Aqobah yang semestinya dilakukan pada tanggal 10 Dzul Hijjah seusai dari mabit di Muzdalifah, dilaksanakan pada hari-hari Tasyriq tanggal 11, 12, Dzul Hijjah atau tanggal 13 Dzul Hijjah bagi yang nafar tsani. Dengan kata lain, Tadaruk adalah, menunda pelaksanaan melempar jumrah pada hari-hari Tasyriq berikutnya. Hukum Tadaruk yang demikian ini di perbolehkan .
Apabila melempar jumrah dilakukan dengan cara Tadaruk, dilaksanakan pada tanggal 12 Dzul Hijjah, maka harus dilakukan secara berurutan/tartib, yakni mendahulukan melempar jumrah Aqobah untuk tanggal 10 Dzul Hijjah, jika belum melaksanakannya, kemudian beralih ketempat jumrah Shughro/Ula untuk melempar jumrah Shughro/Ula, lalu melempar jumrah Wustho, dan selanjutnya melempar jumrah Aqobah, untuk hari tasyriq 11 Dzul hijjah, kemudian dilanjutkan dengan kembali melempar jumrah Shughro/Ula, lalu Wustho, dan Aqobah untuk tanggal 12 Dzul Hijjah. Tidak boleh dilakukan dengan cara melempar jumrah Aqobah tiga kali untuk tanggal 10, 11, dan 12 Dzul Hijjah, lalu melempar jumrah Shughro/Ula dua kali untuk tanggal 11 dan 12 Dzul Hujjah, dan melempar jumrah Wustho dua kali untuk tanggal 11 dan 12 Dzul Hijjah . Demikian juga harus dilakukan secara berurutan/tartib sebagaimana diatas, apabila Tadaruk di laksanakan pada tanggal 13 Dzul Hijjah bagi yang nafar tsani.
T A H A L L U L
Tahallul adalah melepaskan diri dari hal-hal yang di haramkan sewaktu sedang melaksanakan ihram. Untuk ihram haji, ada dua macam Tahallul. Tahallul awal dan Tahallul tsani. Apabila orang yang sedang ihram telah Tahallul awal, maka semua yang diharamkan sebab ihram menjadi halal kembali, kecuali larangan melakukan hubungan badan dengan istrinya dan bersentuhan kulit yang disertai syahwat. Apabila telah Tahallul tsani, maka seluruhnya menjadi halal kembali, termasuk melakukan hubungan badan dengan istrinya. Bagi orang yang ihram haji, setelah lewat tengah malam hari Nahar atau Idul Adha, yakni saat mulai masuk waktu pelaksanaan melempar jumrah Aqobah, sudah dapat memulai melakukan proses Tahallul. Ada tiga kewajiban yang harus dilalui dalam proses Tahallul.
1. Melempar jumrah Aqobah.
2. Cukur atau memotong rambut.
3. Thawaf ifadloh.
Apabila dua dari tiga kewajiban tersebut dikerjakan, yakni, melempar jumrah Aqobah dan cukur/memotong rambut, atau thawaf ifadloh dan melempar jumrah Aqobah, atau thawaf ifadloh dan cukur/memotong rambut, maka telah Tahallul awal. Oleh karenanya semua yang diharamkan sebab ihram, kecuali berhubungan badan dengan istri dan bersentuhan kulit yang disertai syahwat, menjadi halal kembali. Apabila tiga kewajiban tersebut diatas telah di kerjakan semuanya, maka berarti telah Tahallul tsani, dan seluruh yang diharamkan sebab ihram menjadi halal kembali.
Tiga kewajiban tersebut diatas, disunnahkan di kerjakan secara berurutan/tartib, yakni dimulai dari melempar jumrah Aqobah, kemudian cukur/memotong rambut, dan terakhir thawaf ifadloh.
CUKUR \ POTONG RAMBUT
Mencukur atau memotong rambut kepala menurut sebagian ulama', adalah termasuk rukun Haji, sedikitnya yang dipotong tidak kurang dari tiga helai rambut, dan sunnah di lakukan setelah melempar jumrah Aqobah sebelum melakukan thawaf Ifadloh .
Perlu di ketahui, dalam pelaksanaan mencukur atau memotong rambut, tidak harus dilakukan oleh tukang cukur, bahkan boleh di lakukan sendiri atau orang lain dengan seizinnya.
N A F A R
Yang dimaksud dengan nafar adalah, meninggalkan kawasan Mina setelah melaksanakan mabit di Mina. Nafar ada dua macam :
Nafar Awal. Yaitu berangkat meninggalkan kawasan Mina pada hari Tasyriq kedua, tanggal12 Dzul Hijjah. Hukumnya diperbolehkan dengan syarat :
a. Telah menyelesaikan seluruh lemparan jumrah tanggal 12 Dzul Hijjah.
b. Berangkat meninggalkan kawasan Mina disertai tujuan nafar awal, saat setelah dhuhur, dan sebelum masuk waktu maghrib . Jika telah keluar dari Mina sebelum maghrib, namun karena ada keprerluan misalnya, kemudian kembali lagi ke kawasan Mina, maka hukumnya tetap diperbolehkan nafar awal. Menurut sebagai ulama’ dari madzhab Hanafi dan Hanbali, nafar Awal sudah bisa di lakukan sejak terbitnya fajar (shubuh) tanggal 12 Dzul Hijjah setelah menyelesaikan lemparan jumrah, Bahkan menurut madzhab Hanafi, boleh meninggalkan Mina setelah Maghrib, sebelum subuh tanggal 13 Dzul Hijjah, namun hukumnya makruh .
Nafar Tsani. Yaitu berangkat meninggalkan kawasan Mina pada hari Tasyriq ke tiga tanggal 13 Dzul Hijjah, dan ini lebih utama.
THAWAF WADA’
Thawaf wada’ artinya thawaf perpisahan. Menurut sebagian ulama', thawaf wada' adalah salah satu dari rangkaian kewajiban dalam ibadah haji, dan hanya diwajibkan bagi yang menunaikan ibadah haji . Bagi yang tidak melaksanakannya, wajib membayar denda (dam) sebagaimana dendanya haji Tamattu'. Menurut sebagian yang lain, thawaf wada', bukan termasuk dari rangkaian ibadah haji, oleh karenanya, juga diwajibkan bagi setiap orang yang akan meninggalkan Makkah menuju tempat yang jaraknya memperbolehkan sholat qoshor, yakni 80,64 km. Perempuan yang sedang haid atau nifas, tidak diperbolehkan melakukan thawaf wada'. Hukum melaksanakan thawaf wada' menurut sebagian ulama', adalah sunnah bukan wajib, dan bagi yang tidak mengerjakannya, disunnahkan membayar denda (dam) sebagiamana dendanya haji Tamattu' .
Sebelum melaksanakan thawaf wada', sebaiknya terlebih dahulu barang-barang yang akan dibawa sudah dipersiapkan sebelumnya. Kemudian wudlu', lalu berangkat ke Masjidil Haram untuk melaksanakan thawaf wada'. Adapun niatnya adalah:
نَوَيْتُ أَنْ أَطُوْفَ بِهَذَا الْبَيْتِ طَوَافَ الْوَدَاعِ لِلَّهِ تَعَاَلى. بِسْمِ اللهِ اللهُ أَكْبَرْ
Artinya: Aku niat thowaf wada' karena Allah. Dengan menyebut nama Allah. Maha besar Allah.
Setelah melaksanakan thawaf wada', tidak diperbolehkan kembali ketempat pemukiman lagi untuk beristirahat, seperti duduk-duduk atau tidur-tiduran, juga tidak boleh pergi belanja oleh-oleh ke pasar atau toko-toko, namun apabila kembali ketempat pemukiman karena untuk mengemasi barang-barang bawaan, atau pergi ketoko untuk membeli sesuatu yang dibutuhkan sebagai bekal dalam perjalanan, maka yang demikian ini hukumnya diperbolehkan .
Ketika meninggalkan Masjidil Haram, setelah selesai melaksanakan thawaf wada', disunnahkan sholat sunnah thawaf dua roka'at dibelakang Maqam Ibrahim, lalu menuju Multazam jika memungkinkan, dan membaca do'a :
اَللَّهُمَّ الْبَيْتُ بَيْتُكَ وَالْعَبْدُ عَبْدُكَ وَابْنُ أَمَتِكَ, حَمَلْتَنِيْ عَلَى مَا سَخَّرْتَ لِيْ مِنْ خَلْقِكَ حَتَّى صَيَّرْتَنِيْ فِيْ بِلاَدِكَ وَبَلَغْتَنِيْ بِنِعْمَتِكَ حَتَّى أَعَنْتَنِيْ عَلَى قَضَاءِ مَنَاسِكِكَ, فاِنْ كُنْتَ رَضِيْتَ عَنِّي فَازْدَدْ عَنِّي رِضًا, وَﺇِلاَّ فَمُنَّ اَلآنَ قَبْلَ تَبَاعُدِيْ عَنْ بَيْتِكَ, هَذَا أَوَانُ انْصِرَافِيْ اِنْ أَذِنْتَ لِيْ غَيْرَ مُسْتَبْدِلٍ بِكَ وَلاَ بِبَيْتِكَ وَلاَ رَاغِبٍ عَنْكَ, اَللَّهُمَّ فَأَصْحِبْنِيْ الْعَافِيَةَ فِيْ بَدَنِيْ وَالْعِصْمَةَ فِيْ دِيْنِيْ وَأَحْسِنْ مُنْقَلَبِيْ وَارْزُقْنِيْ طَاعَتَكَ مَا أَبْقَيْتَنِيْ وَاجْمَعْ لِيْ خَيْرَيْ الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ ﺇِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرْ.
Artinya: Ya Allah, Ka'bah ini adalah Ka'bahmu, hambamu ini adalah hambamu, anak dari hambamu. Engkau bawa aku dengan kendaraan yang engkau takdirkan memenuhi keinginanku hingga aku engkau jadikan berada di negerimu, dan engkau sampaikan aku dengan keni'matanmu, hingga engkau beri aku pertolongan menunaikan ibadah haji dan ihrammu. Jika engkau telah meridloiku, tambahkanlah keridloanmu kepadaku, namun jika engkau belum meridloiku, maka mulai saat ini, berilah aku anugrahmu sebelum aku menjauh dari dari Ka'bahmu, inilah saatnya aku harus berangkat pergi jika aku engkau izinkan , dalam keadaan tanpa berpaling darimu dan Ka'bah mu, juga tidak membencimu dan Ka'bahmu. Ya Allah, maka jadikanlah aku selau dalam keadaan sehat, dan lindungilah agamaku, prerbaikilah perjalanan hidupku, dan berilah aku keta'atan kepada engkau selama aku hidup, dan kumpulkanlah kepadaku, kebaikan dunia dan akhirat. Sesungguhnya engkau maha kuasa atas segala sesuatu.
Selesai berdo’a, di sunnahkan minum air zam-zam, kemudian mencium Hajar Aswad jika memungkinkan. Selanjutnya meninggalkan Ka’bah dengan penuh rasa berat hati dan disertai harapan bisa kembali lagi. Dalam berjalan meninggalkan Masjidil Haram, sebaiknya tidak dilakukan dengan cara berjalan mundur sambil terus menatap Ka'bah, karena yang demikian ini menurut madzhab Syafi'i, hukumnya adalah makruh .
Fidyah
Fidyah disebabkan karena sakit, memakai pakaian yang berjahit dan memakai perfum boleh memilih salah satu dari tiga pilihan, yaitu:
Puasa tiga hari
Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah shaa'
Menyembelih seekor kambing
Dalilnya adalah firman Allah:
فمن كان منكم مريضا أو به أذى من رأسه ففدية من صيام أو صدقة أو نسك .
Artinya,
"Jika ada di antara kamu yang sakit atau mendapat gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka dia wajib membayar fidyah, yaitu: puasa, bersedekah atau berkurban."
Orang yang membunuh binatang buruan --yang ada tandingannya dengan binatang peliharaan--, maka fidyahnya adalah salah satu dari:
Menyedekahkan binatang yang serupa dengan binatang tersebut.
Atau menaksir harganya dengan uang dan membelikan bahan pangan seharga uang tersebut seterusnya didistribusikan kepada orang-orang miskin, masing-masing satu mud.
Atau puasa sejumlah mud makanan tersebut dengan catatan setiap mud satu hari.
Orang yang membunuh binatang buruan yang tidak ada tandingannya pada binatang peliharaan, fidyahnya dapat memilih antara memberi makan dan puasa.
Fidyah karena bercumbu, tanpa senggama sama dengan fidyah karena sakit.
Fidyah karena senggama:
Jika terjadi sebelum tahallul awal (pertama), maka fidyahnya adalah menyembelih seekor unta, jika tidak mendapatnya atau tidak dapat menyembelihnya, maka puasa tiga hari selama berada di Saudi pada musim haji dan tujuh hari setelah kembali ke tanah air bertemu dengan keluarganya.
Jika terjadi setelah tahallul awal (pertama), maka fidyahnya seperti fidyah karena sakit.
Hadyu
Yaitu Jenis persembahan yang dihadiahkan untuk Ka’bah berupa binatang ternak sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Hadyu Sunah
Yaitu Persembahan yang dihadiahkan untuk Ka’bah berupa binatang ternak sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dalilnya:
Hadis Nabi saw yang artinya, " Nabi saw. pernah berkurban memotong seratus ekor unta pada haji Akbar, pada waktu yang lain beliau berkurban seekor kambing. "
Hukumnya:
Sunah bagi orang yang mengerjakan haji ifrad atau yang mengerjakan umrah, disunahkan buat pengurban memakan sebagian dari daging kurbannya. Karena (Rasulullah saw. pernah memerintahkan mengambil sebagian daging binatang kurban untuk dimasak, lalu beliau memakan dan meminum kuah sayurnya).Orang yang tidak sedang dalam keadaan ihram juga boleh mengirim kurban sunah ke Mekah untuk disembelih di sana sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Tempat penyembelihan kurban sunah: Di tanah haram.
Jenis-jenisnya: Unta yang sudah berumur lima tahun, sapi yang sudah berumur dua tahun atau kambing yang sudah berumur enam bulan.
Hadyu (Dam) Tamattu dan Qiran
Dam ialah persembahan yang dihadiahkan untuk Ka’bah berupa binatang ternak sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dalilnya: Firman Allah Taala: فمن تمتع بالعمرة إِلى الحج فما استيسر من الهدي.
Artinya, "Bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (dia wajib menyembelih) kurban yang mudah didapat."
Bagi yang tidak mendapatkan binatang dam ataupun tidak punya uang seharga dam tersebut, maka dia wajib berpuasa tiga hari selama di Saudi dalam musim haji dan tujuh hari setelah kembali ke negeri asalnya bertemu dengan keluarganya. Hal ini berdasarkan firman Allah Taala;
فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام في الحج وسبعة إذا رجعتم
Artinya, "Jika tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari di tempat dan waktu pelaksanaan haji ditamabah tujuh hari setelah pulang ke tanah airnya."
Tempat penyembelihan: di tanah haram dan dibagi-bagi kepada fakir miskin tempat itu, daging kurban juga boleh dibagi kepada fakir miskin umat Islam secara umum.
Hadyu (Dam) Karena Terkepung
Yaitu Ketentuan yang disyariatkan bagi orang yang terkepung dalam upaya mencari jalan keselamatan.
Dalilnya Firman Allah Taala; فإن أحصرتم فما استيسر من الهدي
Artinya, "Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit, maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat."
Hukumnya : Wajib bagi yang terkepung dan terpaksa membatalkan ihramnya sebelum melaksanakan ibadah haji.
Tempat penyembelihan : Menurut mayoritas ulama, dilaksanakan di tempat dia terkepung.
Jenis-jenisnya: Sepertujuh unta atau sapi atau seekor kambing.
Kurban
Yaitu sembelihan berupa unta, sapi atau kambing yang dipersembahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
Waktu Penyembelihan: Waktunya terhitung mulai selesai salat Id sampai akhir hari Tasyrik.
Hukumnya: Sunah muakkad, berdasarkan sabda Rasulullah saw yang artinya,"Tidak ada amalan anak cucu Adam pada Hari Raya Kurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih binatang kurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti binatang-binatang tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulu-bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah --sebagai kurban-- di manapun binatang itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya."
Berkurban disyariatkan pada tahun kedua Hijrah.Rasulullah saw. pernah berkurban dua ekor domba yang belang-belang dua warna (hitam dan putih) dan bertanduk yang disembelihnya dengan tangannya sendiri. Beliau membaca Bismillah lalu bertakbir kemudian merebahkan binatang tersebut.
Jenis-jenis hewan kurban : Unta yang berumur lima tahun, sapi yang berumur dua tahun, kambing yang berumur enam bulan atau kambing kacang yang telah berusian satu tahun. Satu ekor unta atau sapi dapat digunakan untuk tujuh orang.
Pembagiannya : Disyariatkan bagi orang yang berkurban untuk memakan sepertiga, menghadiahkan sepertiga dan menyedekahkan yang sepertiga lainnya. Boleh memakan lebih dari sepertiganya. Bila dia memakan seluruhnya, maka dia harus menyedekahkan uang seharga ukuran minimal kurban yang bisa dijadikan sedekah.
Cara penyembelihannya : Disunahkan bertakbir setelah membaca bismillah dan selawat kepada Nabi, kemudian membaca doa:
اللهم هذا منك وإِليك فتقبل مني
Artinya," Ya Allah, hewan kurban ini dari Engkau dan untuk Engkau maka terimalah dariku."
.
Wednesday, August 13, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Bismillahirrahmanirrahim.
Melempar Jumrah melambangkan melempar setan yang diwakili oleh bentuk tugu obelisk. Tugu obelisk telah hadir diseluruh dunia yang melambangkan bahwa setan telah mengusai dunia.
Umat Islam melempar lambang setan (Jumroh) atau tugu obelisk, tapi sekarang JUMROH BUKAN BERBENTUK TUGU OBELISK LAGI..!
Jadi sekarang melempar apa?
Post a Comment